Penerapan Disiplin Positif Melalui Segitiga Restitusi
Disiplin positif adalah suatu tindakan yang memberikan perhatian khusus pada pengembangan disiplin dan tanggung jawab diri dengan pendekatan yang seimbang dan mendukung.
Konsep disiplin positif ini menggabungkan elemen ketegasan dengan penghargaan terhadap pertumbuhan pribadi, kesejahteraan emosional, dan motivasi internal, sehinga diharapkan Iahir peserta didik yang merdeka.
Daftar Isi Disiplin Positif dan Segitiga Restitusi
Contoh Kasus
Jika tidak memiliki motivasi internal, maka diperlukan bantuan pihak luar (motivasi eksternal) untuk mendisiplinkan kita. Disiplin positif ini selaras dengan apa yang ditanamkan oleh Ki Hajar Dewantara bahwa disiplin diri diperlukan dalam menciptakan murid yang merdeka.
Disiplin positif mampu membuat seseorang menggali kekuatan atau potensinya untuk suatu tujuan yang bermakna. Disiplin diri merupakan kemampuan mengontrol diri, menjalankan tugas , mematuhi aturan dan tanggungjawab dengan konsisten serta penguasaan diri sehingga dapat memilih serta menentukan sikap yang mengacu pada nilai yang kita hargai.
Disiplin diri memiliki nilai yang tinggi dalam berbagai aspek kehidupan, baik dalam hal pendidikan, pekerjaan, kesehatan, maupun hubungan sosial. Oleh karena itu, penting bagi setiap individu untuk mengembangkan dan menjaga disiplin diri mereka agar dapat meraih kesuksesan yang lebih besar dalam hidup.
Tujuan Disiplin
Tujuan dari disiplin positif adalah menanamkan motivasi pada peserta didik kita yaitu untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya.
Ketika peserta didik kita memiliki motivasi tersebut, mereka telah memiliki motivasi intrinsik yang berdampak jangka panjang, motivasi yang tidak akan terpengaruh pada adanya hukuman atau hadiah.
Mereka akan tetap berperilaku baik dan berlandaskan nilai-nilai kebajikan karena mereka ingin menjadi orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang mereka hargai, atau mencapai suatu tujuan mulia.
Makna Disiplin
Dalam budaya kita, makna kata \’disiplin\’ dimaknai menjadi sesuatu yang dilakukan seseorang pada orang lain untuk mendapatkan kepatuhan dan ketaaatan. serta cenderung menghubungkan kata \’disiplin\’ dengan keterkekangan dan ketidaknyamanan.
Apa yang terlintas dipikiran sobat GS ,ketika mendengar kata \’disiplin\’ ? Kebanyakan orang akan mengasosiasikan kata disiplin dengan tata tertib, teratur, dan ketaatan pada peraturan.
Kata \’disiplin\’ juga sering dihubungkan dengan punishmen, padahal itü sungguh berbeda, karena belajar tentang disiplin positif tidak harus dengan memberi hukuman. Hukuman harusnya menjadi alternatif terakhir dan bila perlu tidak digunakan sama sekali.
Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa
\”Dimana ada kemerdekaan, disitu[ah harus ada disiplin yang kuat. Sungguhpun disiplin itü bersifat \’self discipline\’ yaitu kita sendiri yang mewajibkan kita dengan sekeras-kerasnya, tetapi itü sama safa; şebab jikalau kita tidak cakap me]akukan self discip/ine, wajiblah penguasa lain mendisiplin diri kita- Dan peraturan demikian itulah harus ada di dalam suasana yang merdeka\” (Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsj Kete/adanan, Sikap Merdeka, Cetakan Ke/ima, 2073 Ha[aman 470).
Segitiga Restitusi
Dalam dunia pendidikan, kita dapat melakukan disiplin diri kepada peserta didik melalui segitiga restitusi, jika peserta didik tersebut melakukan pelanggaran keyakinan dan kesepakatan kelas.
Jika murid melakukan pelanggaran, apakah langkah kita? Siapa yang mengingatkan? Apakah mereka kita beri hukuman atau kita memaafkan saja?
Contoh guru, ketika melakukan praktikum terdapat siswa menggunakan pakaian kerja tidak lengkap sesuai kesepaktan kelas. Apakah siswa tersebut diperbolehkan praktik atau tidak?
Selama ini, kita langsung memaafkan dan membiarkan mereka melanjutkan praktiknya atau diomel yang membuat mereka tidak nyaman. Perhatian kita lebih cenderung pada kesalahan yang dilakukan daripada mencari cara bagi mereka untuk memperbaiki diri. Salah satu cara untuk memperbaiki diri agar terwujud disiplin diri dapat dilakukan melaui segitiga restitusi.
Segitiga restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi peserta didik untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004).
Melalui restitusi kita dapat membantu peserta didik menjadi lebih memiliki tujuan, disiplin positif, serta memulihkan dirinya setelah berbuat salah.
Penekanannya bukanlah pada bagaimana berperilaku untuk menyenangkan orang lain atau menghindari ketidaknyamanan, namun tujuannya adalah menjadi orang yang menghargai nilainilai kebajikan yang mereka pegang.
Restitusi membantu peserta didik untuk jujur pada diri sendiri, mampu merefleksi diri dan mengevaluasi dampak dari kesalahan yang dilakukan. Restitusi memberikan penawaran bukan paksaan.
Sangat penting bagi sobat guru untuk menciptakan kondisi yang membuat murid bersedia menyelesaikan masalah dan berbuat lebih baik lagi, dengan berkata, \”Semua orang pasti pernah berbuat salah\”, bukan mengatakan, \”Kamu harus lakukan ini, kalau tidak maka…\”.
Ada tiga langkah dalam Segititiga Restitusi yaitu:
Langkah ini digambarkan dalam bentuk segitiga seperti Gambar 1 dibawah ini.
Jika anak berbuat salah maka ada kebutuhan dasar mereka yang tidak terpenuhi. Bagian dasar segitiga restitusi memiliki tujuan untuk merubah orang yang gagal karena telah berbuat kesalahan menjadi orang yang sukses.
Kita harus mampu meyakinkan mereka dengan mengatakan kalimat seperti :
Ketika seseorang dalam kondisi emosional maka Otak tidak akan mampu berpikir rasional, saat inilah kita menstabilkan identitas anak. Anak kita bantu untuk tenang dan mencari solusi untuk menyelesaikan permasalahan.
Pada langkah kedua ini, kita harus memahami dan menemukan kebutuhan dasar yang mendasari tindakan anak berbuat kesalahan. Menurut Teori Kontrol semua tindakan manusia, baik atau buruk, pasti memiliki maksud/tujuan tertentu.
Ketika kita menolak anak yang berbuat salah, dia akan tetap dalam masalah. Yang diperlukan adalah kita memahami alasan melakukan hal tersebut sehingga anak merasa dipahami.
Teori kontrol menyatakan bahwa kita pada dasarnya termotivasi secara internal. Ketika langkah 1 dan Langkah 2 sukses dilakukan, maka anak akan siap untuk dihubungkan dengan nilai-nilai yang dia percaya, dan berpindah menjadi orang yang dia inginkan. Penting menanyakan ke anak tentang kehidupan kedepan yang dia inginkan.
Ketika mereka sudah menemukan gambaran masa depannya, guru dapat membantu mereka untuk tetap fokus pada gambarannya. Melalui segitiga restitusi kita dapat mewujudkan mereka menjadi murid yang merdeka. Mereka mampu menyelesaikan masalah dengan motivasi internal dan bertanggung jawab terhadap pilihannya.
Contoh Kasus
Guru Matematika dan wali kelas X1, lbu Santi sedang sakit, sehingga tidak dapat masuk dan mengajar di kelas. Akhirnya dicarikan guru pengganti, yaitu lbu Eni. lbu Eni baru dua tahun menjadi guru SMA.
Beberapa peserta didik perempuan, Fifi dan Natali, mereka mengetahui hal ini dan mulai menggunakan kesempatan dan bersikap seenaknya, tertawa dan tidak mengindahkan kehadiran lbu Eni.
Melihat hal ini lbu Eni tetap mencoba menyapa Fifi dan Natali dengan ramah, sambil mengingatkan mereka untuk tetap fokus pada pengerjaan tugas, \”Ayolah tugasnya dikerjakan, nanti Ibu ditegur Bapak Kèpala Sekolah kalau kalian tidak kerjakan tugas. Tolong bantu lbu ya?\” Namun Fifl dan Natali malah jadi tertawa, \”Ah lbu, santai saja bu\”. Mereka tetap tidak mengerjakan tugas dan malah mengobrol.
Keesokan harinya, lbu Santi memanggil Fifl dan Natali serta menanyakan tentang laporan lbu Eni. lbu Santi menanyakan apakah mereka mau memperbaiki permasalahan yang telah terjadi? awalnya Fifi dan Natali sempat ragu-ragu dan membela diri, namun pada akhirnya mengatakan akan meminta maaf.
lbu Santi menanggapi bahwa tindakan itu boleh saja dilakukan bila mereka sungguh sungguh ingin meminta maaf, namun lbu Santi menanyakan kembali, apa yang mereka bisa lakukan untuk menggantikan rasa tidak menghormati lbu Eni?
Baik Fifl maupun Natali mengakui bahwa perilaku mereka tidak sesuai dengan Keyakinan Kelas. lbu Santi melanjutkan kembali apa yang akan mereka lakukan untuk memperbaiki masalah, apakah ada gagasan?
Setelah berpikir sejenak, Natali dan Fifi mengusulkan bagaimana kalau mereka mengadakan sebuah diskusi kelompok dengan teman-teman sekelasnya. Tema yang mereka pilih adalah penerapan keyakinan kelas, terutama tentang sikap saling menghormati dan bagaimana penerapannya di kehidupan sehari-hari di sekolah.
Usulan kedua adalah mengirim email kepada lbu Eni tentang gagasan mereka tersebut. Mereka pun memberitahu lbu Eni bahwa mereka telah memberitahu Kepala Sekolah, Pak Hasan, bila lain waktu ada ketiadaan guru, maka mereka akan mengusulkan lbu Eni sebagai guru pengganti.
Dari kasus diatas, langkah-langkah restitusi sudah dijalankan oleh lbu Santi dengan menggunakan Segitiga Restitusi yaitu
Restitusi yang diusulkan Fifi dan Natali sudah sesuai dengan pelanggaran yang telah dibuat mereka, langkah yang mereka ambil adalah :
Kemudian posisi apakah yang telah diambil oleh Ibu Eni dalam menangani permasalahan Fifi dan Natali adalah sebagai teman seperti tercermin dalam kalimat \” bu Eni mencoba menyapa Fifi dan Natali dengan ramah, sambil mengingatkan mereka untuk tetap fokus pada pengerjaan tugas, \”Ayolah tugasnya dikerjakan, nanti Ibu ditegur Bapak Kepala Sekolah kalau kalian tidak kerjakan tugas. Tolong bantu Ibu ya?\”
Sebagai seorang pimpinan sekolah Pak Hasan mengapresiasi langkah yang ditempuh Ibu Santi yang Sudah tepat sesuai dengan langkah-langkah restitusi yang benar dan mau berbagi praktik baik dengan rekan sejawat.
Penting bagi setiap peserta didik untuk mengembangkan dan menjaga disiplin diri mereka agar dapat meraih kesuksesan yang lebih besar dalam hidup, peran guru sangat sentral dalam proses tersebut, maka penerapan disiplin positif melalui segitiga restitusi menjadi penting dikuasai setiap pendidik.
Semoga Bermanfaat.
Sumber : https://www.sman15tanjabbarat.sch.id/
Beri Komentar